Minggu, 01 November 2009

Motivasi dan Perilaku

TUGAS KE 4 ( MOTIVASI DAN PERILAKU )

Nama : Tri Wahyuningsih

NPM : 11108970

Kelas : 2KA09

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Pengertian yang dikemukakan oleh Wexley & Yukl adalah pemberian atau penimbulan motif. Jadi , motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.

Motivasi sebagai sesuatu yang dirasakan sangat penting, hal ini disebabkan karena beberapa alasan :
1.Motivasi
sebagai suatu yang penting (Important Subject)

2. Motivasi sebagai sesuatu yang sulit (Puzzling Subject

Kaitan Motivasi Kerja dengan Unjuk Kerja:

Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas, salah satunya dalam geraka-gerakan yang dinamakan kerja. Membahas mengenai motivasi kerja tidak bisa dilepaskan dari job performance. Unjuk kerja (performance) adalah hasil interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities),dan peluang (opportunities). Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerja akan rendah pula meskipun kemampuan ada dan baik..
Motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif, orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaan dan / atau akan berusaha performance
yang tinggi. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Ia baru mau bekerja jika didorong , dipaksa ( dari luar dirinya) untuk bekerja.

Ada beberapa teori tentang motivasi dan perilaku :

1.Teori Dua Faktor

Teori ini juga dinamakan teori hygiene- motivasi di kembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja (Motivator) berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja (Motivator) mencakup isi dari pekerjaan atau faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu :


1. Tanggung jawab (responsibility).

2. Kemajuan (advancement).

3. Pekerjaan itu sendiri.

4. Capaian. (achievement).

5. Pengakuan (recognition).


Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidak puasan berkaitan dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, meliputi faktor-faktor:

1. Administrasi dan kebijakan.

2. Penyeliaan.3. Gaji.

4. Hubungan antar pribadi.

5. Kondisi kerja.

Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif sedangkan yang termasuk dalam faktor hygiene cenderung menghasilakn motivasi yang lebih reaktif.

2. Teori Motivasi Berprestasi (Achievement motivation)

Teori ini lebih tepat disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (Need For Achievement), tetapijuga tentang kebutuhan untuk berkuasa (Need For Power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/ berhubungan (Need For Affiliation).. penelitian paling banyak dilakukan terhadap kebutuhan ubtuk berprestasi.

Kebutuhan untuk berprestasi (Need For Achievement), adanya dorongan atau gairah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisian dibandingkan dengan hasil sebelumnya, dorongan ini disebut kebuituhan untuk berprestasi (the achievement need = nAch). Kebutuhan untuk berkuasa (Need For Power), adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
Kebutuhan untuk berafiliasi/ berhubungan (Need For Affiliation), kebutuhan untuk berusaha mendapatkan persahabatan, mereka lebih inbin disukaidan diterima orang lain,lebih mnyukai situasi kooperatif dan berusaha menghindari konflik.

3. Teori Motivasi Proses


a. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubunagn dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.

Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:

1. Menentukan apa jawaban yang diiinginkan

2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.

3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawabn yang benar terjadi

4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.

5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

b. Teori Penetapan Tujuan ( Goal Setting Theory)

Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan yang mencoba menjelaskan hubungan niat (intentions)/ tujuan dengan perilaku, dengan penetapan dari tujuan secara sadar. Proses penetapan tujuan dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, bila didasarkan oleh prakarasa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan berusaha mencapaitujuan-tujuan yang telah di tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja yang lebih bercorak reaktif maka ia menetapakan sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan usaha mencapai tujuan tersebut tidak selalu besar.

c. Teori Harapan (Expectancy)

Moidel harapan dari Lawler menyatakan bahwa beasr kecilnya motivasi seseorang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Menurut Lawler, factor-faktor yang menetukan E-P (kemungkinan besarnya upaya menyebabkan tercapainya unjuk kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang, komunikasi ( informasi dan persepsi) dari orang lain. Besar kecilnya harapan P-O ( sebesar apa kemungkinan untuk mendapatkan berbagai hasil keluaran jika mencapai unjuk kerja tertentu) yang ditentukan oleh faktor seperti pengalaman, kertarikan dari hasil keluaran, kepercayaan, harapan,situasi aktual dan komunikasi dari orang lain.

d. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan dikembangkan oleh Adams, salah satu asumsi Adams ialah jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan gaji/ penghasilan, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka.

Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut :

1. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan.

2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk mengurangi atau menghilangkan.

3. Makin besar persepsi ketidakadilan, makin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.

4. Orang akan mempersiapkan ketidakadilan yang tidak menyebangkan daripada ketidakadilan yang menyenangkan,
Menurut Lawaler, teori keadilan dan teori harapan cenderung membuat perkiraan- perkiraan yang sama dan sebagai hasilnya ada usaha untuk memasukkan aspek yang diperhatikan. Corak motivasi kerja pada teori keadilan ini termasuk proaktif.

Chiselli dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja :

1. Kedudukan

2. Pangkat Kerja

3. Masalah Umur

4. Jaminan finansial dan jaminan social

5. Mutu Pengawasan

Bagaimana cara praktis praktis agar kita dapat memotivasi diri kita sendiri? Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan:

1. Bacalah buku buku maupun artikel positif. Anda tidak akan sukses tanpa melakukan hal ini. Anda dapat memperkaya diri sendiri dengan berbagai buku dan artikel dengan berbagai topik positif. Sukses membutuhkan kesiapan anda diberbagai hal. Tidak hanya sekedar motivasi, karena untuk sukses ada banyak tantangan dengan berbagai ragam permasalahan. Dengan membaca buku dan artikel anda akan lebih siap menghadapinya. Kalau perlu anda tambah denganberbagaiaudioataurekamanmotivasi.

2. Memotivasi diri sendiri dengan “self talk”. Ini adalah bagian dari kekuatan intrapersonal. Anda harus berjuang untuk selalu berkata pada diri anda sendiri bahwa anda bisa mendapatkan kesuksesan yang ingin anda raih

3. Tetap fokus pada impian anda tersebut. Jangan buang waktu anda untuk mendengarkan hal hal negatif yang dapat membuat anda makin menjauh dari tujuan. Pilihlah lingkungan anda dengan bijak. Cari lingkungan yang memberi nilai positif.

4. Tetapkan tindakan tindakan yang perlu anda lakukan untuk mencapai tujuan anda baik jangka panjang maupun pendek ( bulanan atau tahunan ). Belajarlah cara membuat goal setting, action dan reward. Jangan harap anda bisa sukses apabila anda tidak melakukan tindakan apapun.

5. Evaluasi tindakan anda dan lakukan perubahan atau perbaikan yang diperlukan untuk selalu fokus pada impian anda.

Sumber :

www.google.com

www.tesis-ilmiah.com

Selasa, 27 Oktober 2009

Komunikasi

TUGAS KE 3 (KOMUNIKASI)

Nama : Tri Wahyuningsih

NPM : 11108970

Kelas : 2KA09

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah :

  • Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
  • Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
  • Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
  • Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
  • Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
  • Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.

Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber/ ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.

Jenis-jenis media massa

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa dimana terdapat ciri-ciri seperti:

  1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
  2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
  3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
  4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Macam-macam media massa tradisional

Media massa modern

Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular.

Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:

  1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
  2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual
  3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
  4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
  5. Penerima yang menentukan waktu interaksi

Pengaruh media massa pada budaya

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:

  1. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
  2. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.

Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :

  1. Siapa (who)
  2. Pesannya apa (says what)
  3. Saluran yang digunakan (in what channel)
  4. Kepada siapa (to whom)
  5. Apa dampaknya (with what effect)

Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut, Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.

Fungsi-fungsi media massa pada budaya

  1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
  2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
  3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
  4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).

5. Komunikasi efektif melalui media elektronik.

6. Seperti yang sudah digambarkan pada entri sebelumnya mengenai penggunaan emoticon/smiley sebagai sarana ekspresi emosi seseorang dalam komunikasi tertulis — dalam hal ini melalui media elektronik, karena sejauh pengetahuan saya umumnya pembicaraan melalui surat jarang mengenal emoticon — saya justru jadi bertanya-tanya sendiri.

7. Kalau kita keheranan melihat seseorang yang biasanya menulis dengan datar tanpa emoticon (no offence, tidak maksud menyinggung) tiba-tiba merubah tekniknya tersebut plus menambah variasi emoticon yang digunakan, ibaratnya seperti orang mahal senyum yang tiba-tiba terlihat ceria, maka sebenarnya media apa yang lebih efektif untuk berkomunikasi?

8. Maksud saya, bukan soal smiley-nya. Maksud saya, bukan soal emoticon abuse-nya. Yang saya maksud itu soal proses penyampaian ide-idenya.

9. Kalau dalam proses interaksi sosial di dunia nyata, kita bertemu langsung dengan sang lawan bicara. Kita berada di hadapannya dan dia berada di hadapan kita. Kalau pembicaraan berlangsung dengan wajar, maka minimal terjadi satu kali kontak mata — prediksi kasar untuk yang berlangsung dengan wajar, karena saya rasa satu kali adalah jumlah sangat minimum.

10. Dengan kondisi yang semacam itu, komunikasi langsung di dunia nyata jelas menggambarkan kondisi si pembicara. Misalnya kalau lagi mengobrol, akan kelihatan bagaimana reaksi sewajarnya dari seseorang kalau diberikan topik tertentu. Jika diberikan informasi yang mengejutkan, maka kemungkinan orang itu akan merespon dengan ‘reaksi terkejut’ sebagaimana yang biasa ditunjukkan olehnya. Kalau orangnya memang heboh, maka dia akan terkejut dengan heboh pula. Kalau orangnya kaku, bisa jadi dia hanya manggut-manggut saja.

11. Jadi intinya reaksi dari aksi yang diberikan akan terjadi secara alamiah dalam sebuah komunikasi langsung.

12. Sebaliknya, komunikasi melalui media elektronik bisa jadi berlangsung berbeda. Pembicara dengan lawan bicaranya tidak harus bertemu langsung. Dengan begitu tidak ada kontak mata; paling banter hanya memandang foto dari masing-masing pembicara — itu pun kalau ada.

Pengaruh media massa pada pribadi

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari [1]

  • Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.
  • Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mempengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
  • Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus. Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip "gaya rambut lupus", atau menggunakan kacamata a'la "Catatan si Boy".
  • Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.

Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.

Komunikasi efektif melalui media elektronik.

Seperti yang sudah digambarkan pada entri sebelumnya mengenai penggunaan emoticon/smiley sebagai sarana ekspresi emosi seseorang dalam komunikasi tertulis — dalam hal ini melalui media elektronik, karena sejauh pengetahuan saya umumnya pembicaraan melalui surat jarang mengenal emoticon — saya justru jadi bertanya-tanya sendiri.

Kalau kita keheranan melihat seseorang yang biasanya menulis dengan datar tanpa emoticon (no offence, tidak maksud menyinggung) tiba-tiba merubah tekniknya tersebut plus menambah variasi emoticon yang digunakan, ibaratnya seperti orang mahal senyum yang tiba-tiba terlihat ceria, maka sebenarnya media apa yang lebih efektif untuk berkomunikasi?

Maksud saya, bukan soal smiley-nya. Maksud saya, bukan soal emoticon abuse-nya. Yang saya maksud itu soal proses penyampaian ide-idenya.

Kalau dalam proses interaksi sosial di dunia nyata, kita bertemu langsung dengan sang lawan bicara. Kita berada di hadapannya dan dia berada di hadapan kita. Kalau pembicaraan berlangsung dengan wajar, maka minimal terjadi satu kali kontak mata — prediksi kasar untuk yang berlangsung dengan wajar, karena saya rasa satu kali adalah jumlah sangat minimum.

Dengan kondisi yang semacam itu, komunikasi langsung di dunia nyata jelas menggambarkan kondisi si pembicara. Misalnya kalau lagi mengobrol, akan kelihatan bagaimana reaksi sewajarnya dari seseorang kalau diberikan topik tertentu. Jika diberikan informasi yang mengejutkan, maka kemungkinan orang itu akan merespon dengan ‘reaksi terkejut’ sebagaimana yang biasa ditunjukkan olehnya. Kalau orangnya memang heboh, maka dia akan terkejut dengan heboh pula. Kalau orangnya kaku, bisa jadi dia hanya manggut-manggut saja.

Oleh karena itu, komunikasi lewat media elektronik — sebut saja internet — tidak bisa benar-benar langsung menggambarkan kondisi dari pembicara dan lawan bicaranya. Kalau sedang mengobrol lewat Yahoo! Messenger, misalnya, pasti terdapat gap antara satu pembicaraan dengan pembicaraan lainnya.

Sumber :

www.google.com

www.wikipedia.org